“Syarat yang ke dua adalah TERDAHULU”
Setiap agama dan kepercayaan meyakini bahwa Tuhan adalah pencipta manusia, pencipta makhluk hidup,
pencipta langit dan bumi beserta isinya. Dia-lah
pencipta segala-galanya.
Sang Pencipta, tentunya
lebih dahulu muncul dari pada ciptaan-Nya. Tidak
mungkin sebuah ciptaan muncul terlebih dahulu dari pada Penciptanya. Bagaimana mungkin sesuatu yang akhir memunculkan
sesuatu yang sudah ada sebelumnya? Bagaimana mungkin seorang anak melahirkan
ibunya?
Selanjutnya, logika pun memaksa kita untuk menyatakan
bahwa Tuhan pasti lebih dahulu ada dari
pada segala sesuatu dan tidak mungkin ada sesuatu yang mendahului-Nya. Karena Tuhan adalah Pencipta segala sesuatu, maka Tuhan lebih dahulu ada dari pada sesuatu yang lain.
Hal ini juga manyatakan bahwa Tuhan tidak
mungkin mengalami proses kelahiran. Jika Tuhan
mengalami proses kelahiran, maka pastilah ada sesuatu lain yang melahirkan Tuhan. Maka, yang melahirkan inilah yang lebih layak disebut
sebagai Tuhan.
Begitu pula proses pembentukan. Tentunya, Tuhan tidak mungkin terbentuk atau tercipta dari
sesuatu. Tidak ada sesuatu yang yang mambentuk atau menjadikan Tuhan. Karena jika ada, maka sesuatu inilah yang lebih
pantas menjadi Tuhan.
Bagaimana dengan Tuhan kita? Benarkah Tuhan kita lebih dahulu muncul dari
pada segala sesuatu? Hal ini sangatlah sulit untuk dibuktikan. Karena, kita muncul jauh
setelah manusia pertama (Adam) muncul. Bahkan, setelah alam semesta mencapai
usia yang belum terdefinisikan.
Sebagai manusia, kita tak mungkin mampu membuktikan hal
ini secara langsung. Meskipun dengan teknologi semaju apapun. Atau hingga qiyamat
sekalipun. Lantas apakah kita kan berhenti di sini? Menelan begitu saja kepercayaan
nenek moyang kita dan mengakui bahwa Tuhan kita
adalah Tuhan sejati tanpa adanya bukti?
Tentu saja tidak. Sesuatu yang tidak bisa kita temukan
bukan berarti bahwa sesuatu itu tidak ada. Masih ada cara lain untuk
menunjukkan bahwa sesuatu itu ada meski tanpa mencarinya. Kita masih bisa
menggunakan logika matematika. Salah satunya adalah, “Negasi”. Dengan negasi,
kita bisa mengeluarkan sesuatu dari aturan atau syarat tertentu dan menyisakan
sesuatu yang memenuhi aturan atau syarat tersebut.
Contoh kasus, beberapa kepercayaan mayakini bahwa sebagian
binatang adalah dewa yang memelihara dan mendengar doa manusia. Benarkah demikian?
Jika kita telusuri, hewan memerlukan makanan untuk menopang hidupnya. Jika herbivora,
maka dia membutuhkan tumbuhan agar tidak mati. Maka, pastilah tumbuhan itu
lebih dulu ada dari pada hewan yang dimaksud. Begitu pula tanaman atau
tumbuhan. Mereka akan melakukan dormansi hingga menemukan tempat tumbuh yang
tepat. Berarti, gunung atau bumi lebih dahulu muncul dari pada tanaman, dan seterusnya.
Sekarang, mari kita renungkan bagaimana dengan Tuhan kita? Apakah dia lolos dari persyaratan ke dua
ini? Benarkah yang kita sembah adalah sesuatu yang terdahulu dan tidak ada yang
mendahuluinya?
Tentunya, masih ada beberapa hal yang lolos dari
persyaratan pertama dan kedua ini. Lantas sudah finalkah bahwa mereka pantas
dianggap Tuhan? Ternyata masih ada beberapa
syarat lagi untuk menjawabnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar